Suami memiliki fungsi sebagai qowwam
Dalam suatu kajian ceramah, ustadzah Umi Makki juga mencoba menjelaskan perihal pertanyaan bagaimana hukum suami yang menghina istrinya.
Ia menyebut bahwa salah satu fungsi suami itu adalah “Ar-rijālu qawwāmụna 'alan-nisā” seperti penggalan surat An-nisa ayat 34 yang artinya, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan...”
Namun, artinya di sini bukan hanya laki-laki lebih kuat atau lebih berkuasa, melainkan salah satu fungsi dari laki-laki adalah untuk menanggung semua beban yang ada pada pundak istri.
"Ketika melihat istrinya merasa tertekan jadilah penenang hati penyejuk jiwa. Ketika melihat istrinya tidak percaya diri, angkatlah derajatnya,” jelas ustadzah Umi Makki.
Ia juga menyebut bahwa ketika laki-laki sudah menghina istrinya, maka ia sudah menghilangkan fungsi dirinya sendiri sebagai laki-laki.
Islam menjaga dan memuliakan perempuan
Dalam Islam, perempuan itu adalah sosok yang sangat dimuliakan dan ditinggikan kedudukannya, seperti sabda Rasulullah berikut:
Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku. - (HR. At-Tirmidzi)
Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. dalam suatu kajiannya juga menjelaskan bahwa Nabi Muhammad selalu memperlakukan istri-istrinya dengan sangat baik. “Nabi Muhammad SAW ketika ribut dengan istrinya, beliau tidak pernah merendahkan Aisyah. Bahkan, beliau meminta maaf padanya. Untuk itu, kalau nabi seperti itu, maka ketika suami melihat kesalahannya istri, lihatlah ia sebagai perempuan yang banyak kekurangan, maka sempurnakan dirinya,” Jelasnya.
Dari apa yang diajarkan Islam dan kisah Nabi ini, sudah menjadi bukti yang nyata bahwasanya perempuan layak untuk dihargai. Suami yang baik dan memiliki pandangan luas tentu tidak mungkin merendahkan istrinya baik secara umum atau pribadi.
Larangan menghina siapa saja, termasuk pasangan
Islam selalu mengajarkan hal-hal baik kepada umatnya termasuk untuk tidak bersikap saling menghina. Kita juga dianjurkan bersikap dan bertutur kata yang baik. Kalaupun tidak sanggup melakukannya maka diam akan lebih baik. Seperti sabda Rasulullah yang tertera dalam hadits berikut:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
“Tidak boleh seorang mukmin menjelekkan seorang mukminah. Jika ia membenci satu akhlak darinya maka ia ridha darinya (dari sisi) yang lain.” (HR. Muslim)
REPUBLIKA.CO.ID, Assalamu'alaikum wr wb,
Ibu pengasuh rubrik konsultasi, saya sangat sedih dan juga bingung. Saya merasa tidak berharga karena selama menikah delapan tahun saya mendapat perlakuan yang kasar dari suami. Saya sering dicaci, dihina, dan dipanggil dengan kata-kata yang menurut saya tidak pantas. Selama ini saya mencoba untuk bertahan, tapi kok ya tidak kuat. Makin lama suami saya makin menjadi-jadi, dia bahkan menyalahkan saya bila saya mencoba menjawab atau menyanggahnya. Apa yang harus saya lakukan? Haruskah saya bertahan? Terima kasih.
Nanda yang tegar, semoga Allah membalas kebaikan Nanda dan menambah Nanda kekuatan dalam menghadapi permasalahan.
Saat ini hati Nanda mungkin sedang luka. Kalau laui atau batu menghantam tubuh, yang patah adalah tulang tetapi kata-kata yang kasar benar-benar merobek hati kita. Dipanggil dengan sebutan 'bodoh', 'tolol', 'gendut' atau sebutan-sebutan lain jelas tidak menyenangkan. Kata-kata yang merendahkan memengaruhi harga diri kita. Namun, banyak orang yang tidak merasa bahwa panggilan-panggilan itu adalah kekerasan secara verbal. Pada kenyataannya bentuk kekerasan verbal sulit dikenali karena beberapa alasan:
- Kekerasan verbal biasanya tidak diketahui oleh banyak orang, hanya pasangannya yang mendengar.
- Kekerasan verbal terus meningkat dari waktu ke waktu pasangan menjadi kebal dan terbiasa dengan kata-kata kasar.
- Kekerasan verbal berbeda-beda bentuknya.
Kekerasaan verbal menjadi suatu budaya yang tampaknya biasa-biasa saja walaupun merusak harga diri korbannya. Bentuk-bentuk kekerasan yang lazim terjadi seperti memanipulasi, melecehkan, mendominasi, mengkritik, dan intimidasi diterima seperti kemarahan yang diarahkan pasangan.
Ketika istri melawan, suami akan mengeluarkan pembelaan dengan kata-kata ''Kamu saja yang sensitif!''. Kekerasan verbal juga kadang tidak terungkap jelas seperti kata-kata, ''Kamu bicara apa, sih''. Padahal suami tahu dan mengerti kata-kata istri. Kejadian-kejadian ini dapat membuat seorang istri merasa 'gila'.
Nanda sudah mengalami hubungan dengan kekerasan verbal selama delapan tahun. Tidak mudah bagi Nanda untuk bersikap asertif pada suami dengan mengatakan dan memberanikan diri melawan suami. Namun, usaha yang kuat dan keinginan yang kuat dapat memberi hasil yang diharapkan. Mulailah untuk bersikap tegar dengan mengatakan, ''Berhenti Mas, saya lelah. Saya tidak ingin mendengar kata-kata itu lagi.''
Berbicara tegas, yakin diri dan bahasa tubuh yang mantap harus ditampakkan ketika Nanda mencoba mengomunikasikan ketidaksetujuan Nanda pada suami. Jika sikap tegas Nanda tidak membuahkan hasil, carilah pertolongan pada seorang konselor yang memang benar-benar menangani kasus kekerasan verbal sehingga Nanda dapat mengobati sakit hati dan luka-luka hati yang pernah muncul selama ini. Mudah-mudahan Nanda berhasil mengatasinya. Amin.
sumber : Rubrik konsultasi
Perjalanan rumah tangga tidak pernah lepas dari masalah dan perdebatan. Sering kali dalam menghadapi konflik yang terjadi, secara tidak sadar kita mengucap kalimat di luar kata-kata yang diharapkan akibat dibalut rasa emosi. Bahkan, tidak jarang muncul kata-kata yang menghina ketika sedang bertengkar.
Padahal, sepasang suami istri diharuskan saling memahami satu sama lain untuk mencapai rumah tangga yang harmonis. Sikap saling menyakiti haruslah dihindari, bukan hanya secara fisik melainkan juga melalui verbal atau ucapan. Dalam agama Islam pun, seorang suami dilarang untuk menghina istrinya, begitu pula sebaliknya.
Untuk lebih jelas memahaminya berikut ini Popbela merangkum dari berbagai sumber, informasi mengenai hukum suami menghina istri dalam agama islam.
Dalil yang memerintahkan suami berbuat baik kepada istri
Selain memiliki fungsi untuk menemani istri menanggung bebannya, suami juga dianjurkan untuk bersikap baik kepada istri. Hal ini sudah dijelaskan dalam banyak dalil, di antaranya:
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku” (HR. At-Tirmidzi)
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suami-nya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz[1] , hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar. - (QS. An-Nisaa’: 34)
“Barang siapa menggembirakan hati istrinya, maka seakan-akan ia menangis takut kepada Allah. Barang siapa menangis karena takut kepada Allah, maka Allah mengharamkan tubuhnya masuk neraka. Sesungguhnya ketika suami istri saling memperhatikan, maka Allah akan memperhatikan mereka berdua dengan penuh rahmat. Saat suami memegang telapak tangan istri, maka bergugurlah dosa-dosa suami istri itu lewat sela-sela jari mereka.” (Diriwayatkan dari Maisarah bin Ali)
Orang-orang yang menyakiti mu’min laki-laki dan mu’min perempuan tanpa perbuatan yang mereka lakukan, Maka sesungguhnya mereka telah menanggung kebohongan dan dosa yang nyata. - (QS. Al-Ahzab:84)
Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. - (QS. Ali Imran:159)
Itulah penjelasan mengenai hukum suami menghina istri dalam agama Islam. Semoga bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua, terutama kamu yang sedang menjalani kehidupan rumah tangga atau mungkin sedang menuju ke arah sana.
Suami tidak boleh semena-mena terhadap istri
Keharmonisan dalam rumah tangga bisa didapat jika kedua belah pihak mau untuk bekerja sama untuk saling menghargai. Bukan hanya rasa cinta yang dibutuhkan tetapi juga saling memahami agar terhindar dari kejadian saling merendahkan. Maka, hukum suami menghina istri dalam agama islam sudah diatur Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 19 yang artinya:
“Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.”
Maksud bergaul dalam ayat di atas adalah mengacu pada sesuatu yang disebut interaksi. Jadi, Allah sudah memerintahkan kaum laki-laki untuk bisa menghargai dan berkomunikasi dengan perempuan dengan cara yang selayaknya. Kalaupun ada hal-hal yang tidak disukai, maka lebih baik bersabar. Sebab, Allah-lah yang maha tahu segalanya.