Pemasangan Hajar Aswad

Dalam pandangan kaum Arab, Rumah Allah, Kakbah pada masa jahiliah juga memiliki kehormatan tersendiri. Pernah pada suatu tahun, banjir besar terjadi hingga masuk ke dalam Kakbah dan merusak dinding-dinding rumah suci tersebut. Kemudian kaum Quraisy meninggikan dinding-dinding Kakbah, namun ketika mereka hendak memasang Hajar Aswad, terjadi perselisihan diantara para ketua suku kabilah. Para ketua dari setiap suku kabilah berkehendak mendapatkan kehormatan untuk melakukan hal tersebut. Akhirnya suasana pun memanas. Para pemuka suku menyediakan sebuah baskom yang berisi darah lalu memasukkan tangan mereka ke dalamnya. Hal ini adalah ibarat sumpah yang mengharuskan mereka untuk berperang sampai salah satu dari mereka menang. Akhirnya merekapun bersepakat bahwa orang pertama yang memasuki Masjid dari pintu bani Syaibah harus mereka terima sebagai juri dan apa saja yang dikatakannya harus dilakukan. Orang pertama yang memasukinya adalah Muhammad saw. Para pembesar Quraisy berkata dia adalah al-Amin seorang yang dipercaya, setiap keputusannya akan kami terima. Kemudian diceritakan kepadanya apa yang terjadi. Muhammad saw berkata:"Bentangkanlah satu kain" dan ketika hal itu telah dilakukan, kemudian ia meletakkan Hajar Aswad di tengah kain tersebut. Dan berkata: "Setiap kepala suku hendaklah memegang salah satu sudut kain." Ketika mereka memegang setiap sudut kain dan membawanya, kemudian beliau mengambil Hajar Aswad tersebut dan meletakkan di tempatnya dan keputusan ini telah mencegah sebuah pertikaian besar yang dapat menumpahkan darah. [17] Peristiwa ini menunjukkan kesuksesan Nabi Muhammad di tengah-tengah penduduk Mekah.

Menurut pendapat masyhur Syiah Imamiah, pengutusan Nabi saw terjadi pada tanggal 27 Rajab. [18] Nabi Muhammad saw ketika mendekati tahun-tahun pengutusannya mulai mengasingkan diri dari keramaian masyarakat dan beliau mulai sibuk dengan beribadah kepada Tuhannya Yang Maha Esa. Sebulan sekali dalam setiap tahunnya ia mengasingkan diri ke sebuah gunung yang di situ ada sebuah gua bernama Hira dan di sana dia banyak beribadah dan di saat-saat inilah setiap pengemis yang datang kepadanya, ia memberikan makanan kepada mereka. Kemudian dengan berlalunya sebulan penghambaan beliaupun kembali ke Mekah. Dan sebelum pergi ke rumahnya, ia melakukan tawaf, mengitari Kakbah sebanyak tujuh kali atau lebih lalu pergi ke rumahnya. [19]

Di salah satu tahun pengasingannya di gua Hira, ia diutus dan dipilih Allah swt menjadi nabi. Muhammad saw dalam hal ini berkata: Malaikat Jibril datang menghampiriku dan berkata: Bacalah!. Aku berkata: "Aku tidak bisa membaca." Kemudian berkata lagi: Bacalah! Aku berkata: "Apa yang aku baca?" Ia berkata:

﴾اقْرَ‌أْ بِاسْمِ رَ‌بِّكَ الَّذِي خَلَقَ﴿

Sebagaimana yang telah masyhur diketahui, beliau diutus menjadi nabi setelah berusia empat puluh tahun. [20]

Rasulullah saw dengan mendapatkan ayat-ayat permulaan surah Al-'Alaq sebagai ayat-ayat pertama yang turun kepadanya, dan setelah diutus menjadi nabi, dia kembali ke Mekah dan pergi ke rumahnya. Ada 3 orang yang tinggal di rumahnya: Khadijah, istrinya, Ali bin Abi Thalib anak pamannya dan Zaid bin Haritsah. [21] Nabi saw pertama mengajak keluarganya untuk mentauhidkan Tuhan dan orang pertama dari para wanita yang menyatakan keimanannya adalah Khadijah istrinya dan dari laki-laki anak pamannya Ali bin Abi Thalib as yang mana pada waktu itu ia berada dalam asuhan dan lindungan Nabi saw. [22] Dalam berbagai sumber madzhab-madzhab Islam lainnya, dari sebagian lainnya seperti Abu Bakar dan Zaid bin Haritsah merupakan orang-orang pertama yang masuk Islam. [23]

Meskipun dakwah dan ajakan pertama Nabi sangatlah terbatas, akan tetapi jumlah kaum muslimin semakin terus bertambah, dan dalam waktu singkat orang-orang yang masuk Islam pergi ke sekitar Mekah dan bersama Nabi saw mendirikan salat. [24]

Wafatnya Nabi Muhammad SAW

Menurut buku Washaaya wa 'Izhaat Qiilat fi Aakhiril-Hayaat karya Zuhair Mahmud al-Humawi yang diterjemahkan Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Nabi Muhammad SAW terjadi pada hari Senin, 12 Rabiul Awal tahun 11 H. Kala itu, Rasulullah SAW berusia 63 tahun lebih 4 hari.

Biografi Nabi Muhammad SAW sejak lahir hingga wafat sarat dengan hikmah. Kelahiran beliau hingga diutus menjadi Nabi merupakan rahmat bagi alam semesta. Foto/SINDOnews

صلى الله عليه وسلم (shollallohu 'alaihi wasallam) dari lahir hingga wafat lengkap silsilahnya penting untuk diketahui umat Islam. Sungguh tidak ada manusia yang dalam dirinya tersimpan kesempurnaan kecuali ada pada diri Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam.

Hari ini 12 Rabiul Awal 1444 Hijriyah bertepatan Sabtu (8/10/2022) kita diingatkan dengan kelahiran sosok manusia agung nan terpuji, rahmat untuk semesta alam.

lahir di Mekkah pada malam yang tenang, Senin 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (570 Masehi). Sebuah peristiwa agung yang disertai dengan banyak peristiwa ajaib.

Beliau lahir pada tahun Gajah dan wafat di Madinah pada Tahun 632 Masehi pada usia 63 tahun. Ayah beliau bernama Abdullah bin Abdul Muththalib dan Ibu beliau adalah Sayyidah Aminah binti Wahab. Terlahir dari suku Quraisy, suku terhormat bangsa Arab dan kabilah paling mulia di dunia.

Secara bahasa, Muhammad berarti "yang terpuji". Muhammad

menjadi yatim sejak masih dalam kandungan ibunya. Meski terlahir yatim, Allah Ta'ala memberinya pengasuhan dan pendidikan terbaik.

Ketika bersia 2-4 tahun, beliau ﷺ dididik secara fisik, mental dan kefasihan bahasanya di perkampungan Bani Sa'diyah. Ketika berusia 6 tahun, sang ibunda tercinta wafat. Jadilah beliau yatim piatu dalam usia yang masih muda sekali. Kemudian Nabi Muhammad ﷺ diasuh oleh sang kakek yang amat mencintainya, Abdul Muttalib bin Hasyim.

Saat Rasulullah berusia sekitar 8 tahun, Abdul Muttalib pun wafat. Akhirnya pengasuhan beliau diserahkan kepada sang paman, Abu Thalib bin Abdul Muttalib. Dalam asuhan keluarga sang paman, Rasulullah tumbuh merasakan banyak kebahagiaan. Ketika kecil, Rasulullah ﷺ bekerja sebagai penggembala kambing dan ikut berdagang bersama sang paman ke negeri Syam yang jauh.

menikah pada usia 25 tahun dengan perempuan mulia Sayyidah Khadijah binti Khuwailid (40 tahun). Ketika Rasulullah berumur 40 tahun, beliau menerima wahyu pertama dari Allah melalui Malaikat Jibril ketika berada di Gua Hira. Tiga tahun setelah kejadian itu, Nabi Muhammad ﷺ berdakwah secara terbuka kepada penduduk Mekkah dengan mengatakan "Tuhan itu Esa" dan menebarkan ajaran Islam.

Rasulullah ﷺ menyuruh pengikutnya untuk hijrah ke Habsyah pada 614 M sebelum baginda dan pengikutnya lain berhijrah ke Madinah (dulu dikenali sebagai Yathrib) pada tahun 622 M. Peristiwa Hijrah Rasulullah itu menandakan permulaan bagi kalendar Islam atau takwim Hijrah. Di Madinah, Rasulullah ﷺ menyatukan semua suku kaum di bawah Piagam Madinah. Setelah bersengketa dengan penduduk Makkah selama 8 tahun, Beliau ﷺ membawa 10.000 pasukan ke Maekah serta membukanya. Rasulullah ﷺ dan pengikutnya memusnahkan patung berhala yang terdapat di Mekkah.

Pada tahun 632 Masehi, beberapa bulan selepas peristiwa Haji Wada atau Haji Perpisahan,

berpulang ke rahmat Allah. Ketika wafatnya, hampir seluruh semenanjung Arab berada di bawah naungan Islam dan bersatu dengan tatanegara Islam.

Lahir: Mekkah, Senin 12 Rabiul Awal 570 M (53 Sebelum Hijriah) atau Tahun Gajah.

Wafat: Madinah, 12 Rabiul Awal Tahun 11 Hijriyah (8 Juni 633 M) pada usia 63 Tahun dan dimakamkan di Rumah Aisyah yang saat ini menjadi bagian dari Kompleks Masjid Nabawi Madinah.

Nabiyut Taubah Nabiyur Rahmah

Mubasysyiran (Pemberi kabar gembira)

Nadzir (Pemberi peringatan)

Da'i (Penyeru kepada Allah)

Gelar Shalallahu alaihi wa Salam

Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan bin Ismail bin Ibrahim.

Aminah binti Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab.

1. Khadijah binti Khuwailid [555 M]

2. Saudah binti Zam'ah [? - 54 H]

3. Aisyah binti Abu Bakar [614 M/ - 58 H]

4. Hafshah binti Umar [607 M/- 45 H],

5. Zainab binti Khuzaimah [597 M/ - 4 H]

6. Ummu Salamah [597 M]

7. Juwairiyah Binti Al Harits [609 M/50 H]

8. Zainab binti Jahsy [590 M/- 20 H]

9. Ummu Habibah [592 M/- 44 H]

10. Maymunah binti Harits [604 M/63 H]

11. Shafiyah binti Huyay [612 M/ - masa kekhalifahan Mu'awiyah]

12. Mariyah Al-Qibthiyah (Hamba sahaya Rasulullah SAW sebagai hadiah dari Raja Muqauqis, penguasa Mesir)

1. Halah bin Abu Halah (anak tiri Khadijah dari suami pertama)

2. Hindun bin Abu Halah

3. Zainab binti Abu Halah

1. Abdullah bin Abdul Muththalib

3. Harits bin Abdul Izzi

1. Aminah binti Wahab

4. Halimah As Saadiyah

5. Judzamah binti Harits

6. Fatimah binti Asad

3. Halimah As Saadiyah

Masruuh, Hamzah, Abu Salamah bin Abdul al Asad al Makhzumi, Kabsyah bin Harits bin Abdul Izzi, Abdullah bin Harits bin Abdul Izzi, Anisah binti Harits bin Abdul Izzi, Hudzafah binti Harits bin Abdul Izzi, Abu Sufyan bin Harits bin Abdul Muthalib, Hamzah

Biodata Nabi Muhammad Saw

Kakek Nabi Muhammad bernama Abdul Muthalib. Ia merupakan tokoh penting dalam sejarah Islam dan juga dalam kehidupan Nabi Muhammad Saw.

Berikut kisah singkat tentang Abdul Muthalib dirangkum dari berbagai sumber.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peperangan dan konflik di Madinah

Semenjak Nabi saw mengikat perjanjian Aqabah kedua dengan penduduk Madinah, telah diperkirakan bahwa pertempuran berdarah tak akan terelakkan lagi.[52] Perang pertama yang diikuti Rasulullah atau dikenal dengan ghazwah terjadi pada tahun kedua setelah hijrah di bulan Safar yang mana ghazwah tersebut dinamakan Abwa dan atau Waddan. Pada pengiriman pasukan kali ini tidak terjadi pertempuran. Setelah itu terjadi ghazwah Buwath pada bulan Rabi al-Awal yang juga tidak terjadi pertempuan di dalamnya. Pada Jumadil Awal diberitakan bahwa akan ada rombongan Quraisy yang dipandu oleh Abu Sufyan dari Mekah menuju Syam. Nabi menyusul mereka sampai ke tempat yang bernama Dzat al-'Asyirah namun rombongan itu sudah melewati tempat tersebut. Peperangan gazwah ini tidak memberikan hasil karena ada beberapa orang yang menjadi mata-mata musuh di dalam kota Madinah yang memberitahu tentang rencana-rencana Nabi saw dan sebelum pasukan bergerak, mata-mata itu menyampaikan diri mereka menuju rombongan musuh dan mereka diberitahu tentang bahaya yang akan menghadang. Dengan begitu para rombongan merubah haluan perjalanan mereka atau lebih mempercepat waktu perjalanan mereka.[53]

Akhirnya pada tahun kedua hijriah tersebut, terjadilah pertempuran militer yang sangat penting antara kaum muslimin dan kaum musyrikin. Dalam pertempuran yang dikenal dengan perang Badar, meskipun jumlah kaum muslimin lebih sedikit dari orang-orang Mekah, namun mereka mampu meraih kemenangan dan banyak dari kaum musyrikin yang tewas terbunuh dan menjadi tawanan dan selainnya melarikan diri.[54] Dalam perang ini Abu Jahal dan sebagian lainnya yang berjumlah kurang lebih 70an orang dari para pembesar dan keturunan para pembesar tewas dan sejumlah itu pula tertawan. Dan dari pihak muslimin hanya 14 orang yang syahid. Dalam peperangan Amirul Mukminin Ali as, selain pengorbanan-pengorbanan dan bantuan serta pertolongan yang beliau lakukan untuk Nabi saw, beliau juga membentengi pasukan Islam dan berhasil membunuh beberapa orang (36 atau 37 orang Quraisy terbunuh di tangannya) dari pejuang-pejuang Mekah yang terkenal dengan keberanian mereka dan dengan keberanian beliau jugalah kemenangan pasukan Islam berhasil diraih.[55]

Siapa Abdul Muthalib?

Dikutip dari buku Membaca Sirah Nabi Muhammad oleh M. Quraish Shihab (2018), Abdul Muthalib lahir pada 479 M. Ia adalah kakek Nabi Muhammad Saw dari pihak ayah (Abdullah).

Ia memiliki nama asli Syaibah (atau Syaibatul Hamd) yang merupakan putra dari pasangan Hasyim bin Abdul Manaf dan Salma binti Amr dari Suku Bani Najjar.

Abdul Muthalib lahir di kota Yatsrib (sekarang Madinah) dan dibawa ke Mekkah oleh pamannya, yaitu Muttalib bin Abdul Manaf.

Orang-orang Mekkah mengira bahwa ia adalah budak Muttalib karena pakaiannya yang terlihat sederhana sehingga mereka memanggilnya dengan nama "Abdul Muttalib," yang berarti "budak Muttalib." Karena itulah nama Abdul Muthalib terus melekat padanya.

Abdul Muthalib memiliki sepuluh anak laki-laki, yaitu: al-Harits, az-Zubair, Hajl, Dhirar, al-Muqawwim, Abu Lahab, al-'Abbas, Hamzah, Abu Thalib, dan terakhir adalah Abdullah yang merupakan anak yang paling dicintainya yang tidak lain adalah ayah dari Nabi Muhammad Saw.

Di kehidupan Nabi Muhammad, Abdul Muthalib adalah sosok kakek yang sangat dekat dan menyayangi cucunya. Saat ayah Nabi Muhammad meninggal dunia sebelum nabi lahir, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab besar dalam merawat cucunya.

Tidak lama setelah ayah Nabi Muhammad meninggal, ibu Nabi Muhammad yaitu Aminah juga meninggal dunia ketika Rasulullah masih kecil.

Sejak itu, Abdul Muthalib tidak pernah lepas dalam memberikan perhatian dan kasih sayang kepada Muhammad kecil, ia menjaganya dengan penuh cinta hingga Nabi Muhammad beranjak dewasa.

Perjalanan Pertama Nabi Muhammad SAW

Ketika Nabi Muhammad SAW berusia 13 tahun, beliau diperbolehkan ikut pamannya pergi berdagang. Berangkatlah keduanya pergi ke Negeri Syam.

Di tengah perjalanan, mereka singgah di sebuah dusun kecil. Di sana mereka bertemu dengan seorang pendeta Nasrani yang bernama Buharia yang berkata, "Sesungguhnya anak saudara ini akan mendapatkan kedudukan yang tinggi, maka segeralah pulang dan jagalah ia dari gangguan orang-orang Yahudi."

Lantas karena mendengar perkataan dari pendeta tersebut, Abu Thalib pun segera membawa Nabi Muhammad SAW kembali ke Makkah.

Peperangan Bani Nadhir dan Daumah al-Jandal

Pada tahun ke-4 H terjadi beberapa pertempuran secara terpisah dengan beberapa kabilah di sekitar Madinah, sebab mereka memandang agama baru tidak menguntungkan mereka dan kemungkinan bersatu dengan pihak lain dan menyerang kota Madinah. Dua peristiwa Raji' dan Bi'r al-Ma'unah yang selama ini telah banyak membunuh para pendakwah dan mubaligh muslim melalui para pejuang kabilah yang bersatu, adalah sebagai bukti dari persatuan ini dan juga merupakan sebuah usaha Nabi saw untuk menyebarluaskan Islam di Madinah.[58] Di tahun ini terjadi salah satu pertempuran Nabi dengan salah satu kaum Yahudi bernama Bani Nadhir, ketika Nabi dengan mereka sibuk berdiskusi kaum yahudi menginginkan jiwanya; namun akhirnya mereka dengan terpaksa harus meninggalkan daerah mereka. [59]

Di tahun berikutnya, Nabi saw dan kaum muslimin pergi ke tempat sekitar perbatasan Syam bernama Daumah al-Jandal; ketika pasukan Islam sampai ke tempat itu, musuh berlarian dan Nabi bersama kaum muslimin kembali ke kota Madinah.[60]

Persiapan-persiapan Hijrah

Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Menurut buku Kisah Nabi Muhammad SAW karya Ajen Dianawati, sesudah Rasulullah lahir, Aminah segera menyerahkan beliau kepada Halimatus Sa'diah untuk disusukan.

Setelah Nabi Muhammad SAW menjadi seorang yatim-piatu, beliau pun diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib. Setelah 2 tahun, kakeknya pun meninggal dunia.

Selanjutnya sesuai wasiat kakeknya, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib (ayahnya Ali bin Abi Thalib).

Pengepungan Bani Hasyim

Setelah perkembangan Islam yang meningkat di Mekah, dan juga melihat penolakan raja Najasyi untuk mengembalikan orang-orang yang baru masuk islam yang berhijrah ke Habasyah, akhirnya orang-orang Quraisy menekan Muhammad saw dan bani Hasyim dari sisi ekonomi dan sosial. Mereka menulis surat perjanjian dan berjanji untuk tidak memberikan anak perempuan kepada anak keturunan Hasyim dan Abdul Muththalib atau tidak mengambil anak perempuan dari mereka, tidak menjual sesuatu kepada mereka dan tidak membeli sesuatu dari mereka. mereka menggantungkan surat perjanjian itu di tembok Kakbah. kemudian setelah itu, bani Hasyim dan bani Abdul Muththalib terpaksa menjalani kehidupan mereka di lembah yang bernama Syi'b Abi Yusuf yang kemudian dikenal dengan nama Syi'b Abi Thalib. [34]

Pengepungan atau pengasingan bani Hasyim berlanjut selama 2 atau 3 tahun. Dalam jangka waktu tersebut mereka benar-benar hidup dalam kesulitan yang sangat berat. Beberapa orang dari sanak famili mereka, secara diam-diam pada malam hari mengantarkan tepung gandum dan makanan lainnya kepada mereka. Pada suatu malam, Abu Jahal yang benar-benar memusuhi bani Hasyim, mengetahui hal tersebut. Iapun menghadang dan menghalangi Hakim bin Hizam yang biasa membawa barang berupa tepung gandum untuk Khadijah. Beberapa orang ikut campur tangan dan bangkit menegur perbuatan Abu Jahal. Sedikit demi sedikit beberapa kelompok dari mereka menyesali tindakan yang mereka lakukan dan mulai bangkit mendukung bani Hasyim dan mengatakan bahwa mengapa bani Makhzum hidup dalam kenikmatan sedangkan putra-putra Hasyim dan Abdul Muththalib hidup dalam kesengsaraan.

Akhirnya mereka berkata, surat perjanjian yang telah diputuskan tersebut harus dimusnahkan. Sekelompok dari orang-orang yang ikut dalam perjanjian tersebut berencana untuk merobek surat perjanjian tersebut. Dalam catatan riwayat Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq dituliskan bahwa ketika mereka mengecek surat perjanjian, mereka melihat bahwa surat tersebut sudah dimakan rayap dan yang tersisa hanya tulisan "باسمک اللهم" . [35]

Ibnu Hisyam menulis: Abu Thalib pergi dan berkata kepada kaum Quraisy:

Konspirasi Dar al-Nadwah

Ketika Quraisy mengetahui perjanjian Nabi dengan penduduk Yatsrib dan dukungan dan perlindungan mereka terhadap Nabi saw, mereka tidak lagi mempedulikan perjanjian-perjanjian kabilah dan kemudian mereka melakukan konspirasi untuk membunuh Nabi saw. Namun membunuhnya bukanlah hal yang mudah, karena bani Hasyim tidak akan tinggal diam dan pertumpahan darah di antara mereka akan tetap berkelanjutan. Kaum Quraisy untuk menemukan cara yang baik dalam menerapkan rencana itu, mereka membuat sebuah pertemuan di Dar al-Nadwah yang pada akhirnya mereka menyimpulkan sebuah gagasan yaitu setiap kabilah menyiapkan seorang pemuda yang secara serempak akan menyerbu Muhammad saw dan semua dengan serentak mengayunkan pedang-pedang mereka kepadanya untuk membunuhnya. Dengan demikian yang membunuhnya nanti bukan satu orang dan bani Hasyim tidak dapat bangkit meminta pertanggungan darahnya, karena akan berperang dengan seluruh kabilah dan itu untuk mereka adalah hal yang tidak mungkin dapat dilakukan. Terpaksa mereka akan rela dengan mengambil tebusan.

Pada malam dimana kaum Quraisy ingin melaksanakan konspirasinya, Nabi dengan perintah Allah telah keluar dari kota Mekah dan Ali as tidur di atas kasurnya (lihat: lailatul mabit). Ia bersama Abu Bakar bin Abi Quhafah pergi berangkat menuju kota Yastrib dan tiga hari bersembunyi di goa yang bernama Tsaur sehingga orang-orang yang mencari-cari mereka berdua berputus asa. Kemudian setelah itu mereka menuju Yastrib melalui jalan yang tidak biasa dilewati manusia. [40]

Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah mengenai hari keluarnya Rasulullah saw dari Mekah dan sampainya Nabi di Madinah.

Ibnu Hisyam yang mencatat garis perjalanannya menulis: Rasulullah saw sampai di kota Quba pada pertengahan hari Senin 12 Rabiul Awwal. Sementara Ibnu Kalbi menulis bahwa keluarnya Nabi (dari Mekah) pada hari Senin 1 Rabiul Awwal dan sampai ke Quba pada hari Jum'at tanggal 12 di bulan Rabiul Awwal tersebut. Sebagian lagi menulis bahwa tibanya Rasulullah saw pada tanggal 8 Rabiul Awwal. Para sejarawan muslim kontemporer dan sejumlah peneliti Eropa berpendapat, Rasulullah saw telah menghabiskan waktu selama 9 hari di perjalanan dan pada 12 Rabiul Awwal tahun 14 pasca bi'tsat, bertepatan dengan 24 September 622. tiba di kota Quba yang berdekatan dengan Madinah. (perlu rujukan)

Momentum hijrahnya Nabi saw dari Mekah ke Madinah menjadi awal penanggalan Islam. Dalam perhentiannya di kota Quba, Rasululullah saw membangun sebuah masjid yang bernama Masjid Quba. [41]

Pasca hijrahnya Rasulullah saw, Imam Ali bin Abi Thalib as masih tinggal dan menetap di Mekah selama 3 hari. Ia mengembalikan titipan-titipan masyarakat di sisi Rasulullah saw kepada para pemiliknya . Ia kemudian berangkat ke Madinah bersama perempuan-perempuan bani Hasyim yang mana Fatimah sa, putri Rasulullah termasuk salah seorang yang ada di antara mereka. Dan di kota Quba mereka bergabung dengan Rasulullah di kediaman Kultsum bin Hadam. [42]

Rasulullah saw pada hari Jum'at, 12 Rabiul Awwal bersama dengan kelompok dari Bani al-Najjar melanjutkan perjalanannya ke Madinah. Salat Jum'at pertama dilaksanakan di Kabilah Bani Salim bin Auf. Ketika Rasulullah saw memasuki gerbang kota Madinah, pemimpin dari setiap kabilah atau setiap kepala keluarga menghendaki Rasulullah saw menetap di tempat kediamannya supaya mendapat kebanggaan tersendiri dari yang lainnya, maka Rasulullah saw berkata:

Unta Rasulullah saw kemudian menghentikan langkahnya dan duduk di areal perumahan bani Malik bin Najjar, di atas sebuah tanah milik dua anak yatim. Kemudian Nabi saw membeli tanah tersebut dari Muadz bin 'Afra yang mengasuh kedua anak yatim tersebut dan di atasnya Masjid Nabi dibangun sebagai tanah dasar pondasi Masjid Nabawi. Abu Ayyub al-Anshari kemudian membawa masuk barang-barang perjalanan Nabi saw ke dalam rumahnya dan untuk sementara Nabi Muhammad saw akan tinggal di rumah itu sampai kamar yang dibangun untuknya siap ditempati.

Nabi Muhammad saw juga bekerjasama dengan kaum muslimin dalam pembangunan masjid. Dari satu sisi masjid, juga disediakan sebuah halaman yang disebut Suffah, sehingga para pendukungnya yang kurang mampu dan tidak memiliki tempat tinggal, bisa menetap di tempat tersebut. Mereka yang tinggal di Suffah itulah yang kemudian dikenal dengan Ashab al-Suffah. [43]

Hari demi hari, jumlah kaum Muhajirin kian bertambah dan kaum Anshar -yang sekarang hanya dapat dikhususkan untuk penduduk Yatsrib terdahulu- dengan suka rela dan penuh semangat menyambut kedatangan mereka dan menyediakan tempat tinggal untuk mereka. Langkah pertama yang dilakukan Nabi saw adalah mempersaudarakan antara Kaum Anshar dengan Muhajirin, dan ia sendiri memilih Ali as sebagai saudaranya. [44] Ada pula sejumlah kecil dari mereka yang secara lahiriah mengklaim dirinya sebagai orang Islam, namun hati mereka tidak beriman, mereka ini adalah kaum munafik. Beberapa waktu setelah Nabi Muhammad saw memasuki kota Madinah, ia mengikat sebuah perjanjian dengan warga Madinah, termasuk kaum Yahudi supaya mereka saling menjaga hak-hak sosial mereka.[45] (Lihat: surat perjanjian umum pertama dalam Islam.)